"Perempuan itu menahan betapa sakitnya melahirkan dengan bersandar pada pohon kurma, dan ia berkata "aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan. kemudian ada sesosok yang menyapanya dari tempat yang rendah "janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu." itulah sedikit gambaran arti al-Qur'an tentang lahirnya Yesus Kristus
Setiap akhir tahun seperti saat ini, sebagian umat Islam, ustadz dan para kyai/ulama' disibukkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan fiqih tentang boleh-tidaknya menyampaikan ucapan selamat natal atau ikut merayakan tahun baru. tentu saja Jawabannya beragam, tergantung ustad mana yang ditanya, dan seberapa terbuka sudut pandang keagamaan masing-masing ustad ataupun kiai. Namun, jika rata-rata yang jadi patokan—meski belum ada survei—tampaknya lebih banyak yang melarang daripada membolehkan.
Alasannya beragam. Yang sering diungkap, biasanya soal implikasi terjauh dari ucapan tersebut. Mengucap selamat natal, dikiyaskan sangat jauh sebagai pembenaran atas keyakinan umat Kristen. Padahal, dalam pengetahuan umum umat Islam, beberapa aspek keyakinan umat Kristiani dianggap sudah menyimpang (muharraf) dari yang seharusnya.
Yang anti ucapan selamat natal dan punya sedikit pengetahuan sejarah, mungkin akan menambahkan sekelumit data sejarah. Tradisi natal, bagi mereka merupakan perpanjangan dari festival Natalis Sol Invicti (Latin: kelahiran matahari yang tak terkalahkan) yang menjadi ritus kaum pagan Romawi dahulu kala. Ritus itu lalu diadopsi menjadi tradisi umat Kristen. Dan sejak lama, tradisi itu jadi bagian dari doktrin kekristenan, meski perayaaannya jatuh pada hari yang berbeda-beda.
Gereja Katolik Roma, Protestan, dan Gereja Katolik Timur seperti Gereja Yunani dan Romawi Ortodok, merayakannya pada 25 Desember. Sementara mayoritas Gereja Ortodok Timur, seperti Gereja Koptik di Mesir, merayakannya pada tanggal 7 Januari.
Tambahan fakta itu, biasanya digunakan sebagai penegas ketidakbolehan pengucapan selamat natal. Dengan begitu, umat Islam yang menoleransi praktik keagamaan umat Kristen, dengan menyampaikan selamat natal misalnya, setara dengan mengakui sesuatu yang tidak bisa dibenarkan Islam.
Tafsir populer tentang surat al-Maidah ayat 3 dan Ali Imran ayat 19, biasanya cepat-cepat dikemukakan. Dalam tafsiran yang populer, kedua ayat itu menegaskan bahwa satu-satunya agama yang paripurna dan direstui di sisi Allah hanyalah Islam.
Alasan pelarangan lain adalah anggapan bahwa mengucap selamat natal juga dapat menodai keyakinan awam Islam. Namun ada hal yang lupa diselidiki: apakah sekadar mengucap natal benar-benar akan mengguncang akidah awam Islam. Meski belum ada survei, saya merasa anggapan itu terlalu berlebihan dan jauh panggang dari api.
Mungkin, inilah poin yang saban tahun kita alpakan. Kita kadang lupa, bahwa banyak sekali umat Islam yang sudah tidak tertarik membangun jarak sosial dengan mereka yang tidak seagama. Praktik pengucapan selama natal, oleh mereka—yang bahkan dianggap awam itu—mungkin tak punya muatan teologis apa-apa. Mereka tahu, ucapan itu tak lebih dari cara praktis dalam membangun harmoni antar umat beragama.
Rasanya, di tengah meningkatnya semangat intoleransi beragama dewasa ini, tindakan-tindakan kecil seperti itu bisa menjadi oase di padang gurun. Mengucap selamat natal, rasanya tak akan pernah mendatangkan prahara dan tsunami akidah bagi umat Islam. Justru, harmoni sosial dan keakraban yang kemungkinan akan tercipta. tapi syukur alhamdulillah saat ini bangsa kita telah menganut mazhab toleransianisme, tadi gubernur fauzi bowo ikut memberi sambutan natal di salah satu gereja di jakarta yang mana bersebrangan dengan fauzi. itu menandakan bahwa saat ini setidaknya rakyat kita sedikit agak dewasa untuk menyikapi hal ini. begitu juga fenomena yang masih terjadi hingga saat ini pesantren yang dulu pernah ku tinggali, juga ikut merayakan atas lahirnya Yesus al-Masih dengan ritual-ritual seperti kebiasaan pesantren-pesantern lain yaitu seluruh santri dikumpulkan untuk membaca surah yasin 3x beserta wirid-wirid yang lain.
Atas pertimbangan itu, saya dengan tulus hati menyampaikan selamat natal, selamat ulang tahun Yesus, dengan nada yang mirip redaksi Alqur’an surat Maryam ayat 33: “Semoga keselamatan selalu menyertaimu (Isa atau Yesus) pada hari engkau dilahirkan, dijemput maut, dan dibangkitkan untuk hidup kembali!”
~Bagi Penikmat Artikel yang setia (non Blogger)...untuk info yang menarik silahkan klik link ini..KLIK
~Bagi Blogger untuk mendapatkan hosting murah meriah dan bahkan GRATIS silahkan klik link ini untuk mendapatkannya
ma'af ya mas, kali kita sedikit berbeda, memang apabila sekedar mengucapkan mungkin tidak ada praharanya, tapi tentunya ucapan kita dimata Alloh itu lain, ucapan selamat bagi ummat Islam adalah doa yang sakral dan hunbunganya dengan tuhannya, dan ini adalah akidah, maka hati-hati karena ini kaitannya buakan dengan manusia lagi tapi dengan sang pencipta, masalah toleransi tentunya kita lah ummat yang paling toleransi tanpa kita berteriak dan didengung-dengungkan, sedangkan toleransi sekarang yang sedang diteriakan kaum sekuler dan liberal adalah, mereka menginginkan turut campur urusan agama kita dengan agama-agama yang lain, ini bukan toleransi tapi jual beli akidah, keyakinanmu adalah keyakinanmu dan agama kua adalah agama ku, itulah toleransi yang paling tolerans, dibandingkan kita mencampuri urusan mereka hingga rusak akidah kita ini, yakin lah Alloh maha tau apa yang kita perbuat......